Guest
Guest
Jul 25, 2025
11:55 PM
|
Di tengah riuhnya transformasi digital global, Dewalive membaca peluang besar: kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) bukan lagi sekadar alat bantu, tetapi fondasi utama ekonomi masa depan. Negara-negara maju kini tengah beradu cepat dalam mengembangkan infrastruktur AI, menarik investasi, dan mengamankan dominasi teknologi global.
Amerika Serikat, misalnya, telah menyuntikkan miliaran dolar dalam proyek AI strategis melalui skema publik-swasta. Perusahaan raksasa seperti Google DeepMind, OpenAI, dan Nvidia bukan hanya mendominasi riset, tetapi juga merambah sektor industri seperti keuangan, pertahanan, dan kesehatan. Sementara itu, Eropa mencoba menyeimbangkan antara kemajuan teknologi dan perlindungan privasi, dengan menerbitkan regulasi AI yang ketat namun pro-pasar.
Di Asia, Tiongkok muncul sebagai kekuatan utama dengan rencana jangka panjang untuk menjadi pemimpin AI pada tahun 2030. Beijing mendorong riset akademik, produksi chip, dan integrasi AI ke berbagai lini: dari kamera pengawas hingga kendaraan otonom. Jepang dan Korea Selatan tidak tinggal diam. Mereka memperkuat ekosistem startup AI dan memperluas kemitraan strategis dengan Silicon Valley maupun Timur Tengah.
Masuk ke ranah ekonomi, AI diprediksi mampu menyumbang lebih dari USD 15 triliun terhadap ekonomi global pada tahun 2030, menurut laporan PwC. Pertumbuhan ini terutama didorong oleh dua hal: peningkatan produktivitas dan lonjakan konsumsi berbasis personalisasi data. Di sektor perbankan, algoritma prediktif mulai menggantikan analis manusia dalam membaca pergerakan pasar. Di industri ritel, mesin pembelajaran mendeteksi tren konsumen bahkan sebelum tren itu viral.
Namun, geliat ini juga menyimpan sisi gelap. Ketimpangan digital makin lebar. Negara-negara tanpa infrastruktur dan talenta AI terancam jadi penonton dalam arena ekonomi baru. Selain itu, monopoli teknologi oleh segelintir korporasi global menimbulkan kekhawatiran akan etika, keamanan data, dan kontrol publik terhadap sistem otomatisasi yang makin otonom.
Para analis sepakat: masa depan ekonomi global tak akan bisa lepas dari AI. Negara yang tidak ikut serta dalam lomba ini akan tertinggal bukan hanya dalam teknologi, tetapi juga dalam pertumbuhan ekonomi. Yang menarik, bukan hanya negara yang saling bersaing, tetapi juga perusahaan lintas sektor — dari pertanian hingga penerbangan — berlomba mengadopsi dan mengembangkan sistem cerdas yang adaptif dan efisien.
Dalam dunia yang terus bergerak menuju automasi, Dewalive percaya bahwa yang menguasai AI, akan menguasai ekonomi. Dan yang pertama beradaptasi, akan jadi pemimpin baru dalam ekosistem digital global.
|